THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Sabtu, 28 Juni 2008

Tell me what you want,,, what you really-really want


Kutuliskan kesedihan, semua tak bisa kau ungkapkan…

Dan kita kan bicara dengar hatiku,

MEMORY SEASON NEVER END…


28 Juni 2008


Kutata hatiku pelan-pelan pagi ini. Suara-suara burung sudah kudengar. Lantunan Al-Qur’an juga masih lantang diperdengarkan oleh Adikku di tempat sholat bersama Ibuku.

Aku tidak tega menyebut hari ini sebagai hari yang menyedihkan. Yang pasti hari ini adalah perjuangan!!!

Aku tak boleh lelah, semuanya Lillah.


Kuingat kembali cerita yang lalu. Mengenai firasat dan berbagai tanda kepindahan mereka. Aku masih bias menghibur diriku sendiri dengan mengatakan kalau mereka semua tidak jadi pindah. Berharap aku tidak larut dalam sedih. Karena aku sudah lelah menangis.

Malam itu ketika aku mencari data untuk menulis profile anak season tidak sengaja aku temukan teriakan milik Vita. Teriakan kalau dia pengen pulang, merasa jenuh dengan suasana seperti ini, dan berbagai kalimat yang cukup menghentak. Aku terenyuh untuk beberapa saat. Aku redam letupan-letupan yang sempat bergejolak. Karena saat itu kebetulan aku sedang menulis profie Vita, maka kuteruskan sampai selesai. Entah kenapa aku masih berharap dia tidak pindah. Sebentar kemudian Vitri datang menemaniku barang beberapa saat. Ketika itu aku tengah menuliskan profile Dian. Vitri berlalu ke kamar Vita setelah beberapa saat menemani. Aku kehabisan kata-kata. Kusudahi pembuatan profile.

Aku ke kamar. Tak bisa kubendung air mata. Tak kuluapkan tangisku. Berharap aku masih bisa banyak menahan agar aku tidak terlalu banyak menangis.

Kuingat sore tadi Vita bertanya sesuatu yang sudah sangat menandakan akan kepergiannya. Tapi aku tetap menghibur diri dengan tidak mempercayainya.

Sehari kemudian, aku sudah meredam semuanya. Aku merasa, aku tidak perlu bersedih. Tidak ada yang perlu kusedihkan. Aku berusaha untuk menahan hatiku sendiri. Tak kubiarkan hatiku perih atau terluka. TIDAK BOLEH. Karena itu tidak ada gunanya. Sangat tidak ada gunanya.

Aku membuka friendster di suatu sore. Sengaja kubuka friendster milik Vita untuk mencari backround. Pada tampilan awal friendster Vita aku langsung bisa membaca shout outnya. Kubaca dan kuringkas intinya dalam hati. Aku terketuk. Sangat terketuk. Tanda-tanda kepindahannya sangat jelas.

Masih kutahan perih. Masih kutemukan harapan kalau semua itu tidak benar. Aku berusaha membuat enjoy. Dan beranggapan bahwa tak ada yang perlu disedihkan.

Kubuka YM. Pak Doni menghampiri dan mengajak Chating. Tak kuduga, Pak Doni membahas perpindahan anak season. Aku masih berusaha stabil kujawab apa adanya menurut apa yang aku tahu, meski sebenarnya aku masih banyak berharap kalau semua itu tidak akan terjadi dalam waktu dekat ini.

Bukti perpindahan Vita semakin nyata. Sehari sebelum ke Rembang, Ibuku banyak cerita tentang kepindahan itu. Dan dalam waktu dekat Vita akan dijemput. Cerita itu kudengar saat aku mau belanja keperluanku bersama Ibu. Aku tidak bisa membendung air mataku. Air mataku meleleh begitu saja, dengan tetap mencoba ditegar-tegarkan. Aku berpaling dari penglihatan orang-orang. Kuusap lelehan itu terus menerus hingga reda. Ibu masih terus menghibur dengan kata-kata yang membuatku sanggup menerima kenyataan.

Jika perpisahan itu terjadi ketika study di sini sudah sampai tiga tahun, setidaknya tidak berhenti di tengah jalan, mungkin aku tidak akan sesedih ini. Aku kembali menyalahkan diriku sendiri atas kegagalanku mempertahankan mereka. Aku merasa sangat bersalah.

Hingga di angkutan umum, aku masih mencoba meredam. Yah… kalaupun akhrinya mereka pindah mungkin tiulah pilihan yang terbaik. Di sini semua sama-sama berjuang. Maka tidak ada yang harus disalahkan. Aku bersyukur Allah membawakan mereka dan membawaku pada banya perubahan. Aku banyak belajar dari mereka. Aku harus Ikhlas.

Aku sudah tenang. Terlebih ketika sampai rumah lagi. Hatiku sudah tertata.

Yang selalu kubayangkan adalah yang terjadi ketika melihat kepergian seseorang. Melihat kepergian Hilwa setahun yang lalu saja rasanya sangat mengambil hati. Padahal aku baru beberapa saat mengenalnya. Aku merasa gagal dan merasa bersalah karena tidak bisa mempertahankannya. Sejak itu tiap ada anak baru yang mau sedikit mengenalku, aku berusaha memahamkan mereka tentang system sekolah yang memang tidak seperti pada umumnya. Berharap kepergian mereka tidak menghadirkan luka. Jika mereka pergi dalam keadaan bahagia, maka aku tidak perlu lagi bersedih hati.

Air mataku meleleh jika membayangkan apa yang terjadi denganku, dan bagaimana ekspresi wajah yang harus kusuguhkan ketika melihat kepergian mereka. Ketika mereka membawa seluruh benda-benda mereka dan berpamitan pindah. Entahlah…

Kukira Vita mau beranjak Senin pagi. Tapi ternyata sampai kepergianku ke rembang di siang hari itu, Vita belum juga pergi.

Hari berikutnya, aku sudah tenang. Aku tidak lagi mempermasalahkan perpindahan itu. Di Rembang aku sudah bisa menata hati. Bahkan aku sudah merelakan kepergiannya hari ini. Entah ini sungguhan, atau aku hanya berpura-pura pada diriku sendiri. Entahlah… yang pasti aku nggak boleh sedih di sini. Kalau aku perlihara dukaku, pasti acaranya semakin kacau.

Sorenya, Vitri sms. Memberi kabar tentang season yang berduka. Bahkan katanya lebih sakit daripada patah hati. Banyak yang shock dengan kepergian Vita juga karena berbagai hal. Vitri tidak sanggup bercerita waktu itu. Kubiarkan saja. Karena sejatinya aku tidak mau sedih lagi. Cukup kemarin…

Malamnya gantian Vita yang sms. Dia bercerita tentang season yang katanya sedang diselubungi awan hitam. Aku diminta untuk cepat pulang menenangkan mereka. Kubalas sms itu di malam yang sudah larut karena sebelumnya hpku dibawa Mbak Asna. Aku masih di depan kamar hotel dan duduk untuk menyiapka materi besok pagi. Kubalas sms Vita alakadarnya. “Emang anak season kenapa, Vit?”

Tidak ada jawaban. Mungkin karena sudah terlalu malam. Dan Vita sudah tidur.

Paginya lagi-lagi Vita kutanya lewat sms. “Sebenarnya anak season kenapa?”

Tidak ada jawaban. Kubiarkan dan tak kuambil pusing. Tidak kupikirkan terlalu dalam. Takut mengacaukan konsentrasiku di acara pelatihan journalistik ini. Kalau aku tetap membiarkan masalah itu menjamur di pikiranku, aku takut akan mempengaruhi peserta juga.

Kutegar-tegarkan dan kubuat enjoy aja.

Tiga hari berlalu. Waktunya aku pulang. Di perjalanan kuhabiskan waktu dengan sms. Sempat beberapa kali teringat kata-kata Vitri tentang kesedihan anak season, tapi tak kupikirkan dalam-dalam. Dan aku juga tidak bersedih. Karena aku yakin, sekarang anak season sudah stabil. Karena kepergian Vita sudah tiga hari yang lalu.

Tubuhku semakin meriang. Kepalaku nyut-nyutan. Hawa panas dingin bertautan. Rasanya masih tidak enak saat makan di sebuah warung sebelum sholat isa’. Arrggh… kuharap ini hanya lelah sesaat. Memang ini yang sering kurasa. Kecapean kalau bepergian.

Setelah sholat isa’ dan maghrib yang kujama’, kembali mobil berjalan untuk pulang.

Semakin tidak mengenakkan saja badanku. Tapi sengaja kuanggap hal yang biasa.

Sesampainya di depan rumah, aku turun. Mobil yang disewa itupun melewat sesaat setelah kami turun dan disalami teman-teman dari matapena yang lain.

Kusadari aku benar-benar lelah. Ah tapi waktu itu aku masih sempat menganggapnya hal yang biasa. Aku melangkah dan masuk rumah bersama Mbak Asna.

Rasanya semakin tak karuan. Kusempatkan memakan snack bersama adikku serta yang lain untuk beberapa saat. Tapi setelah itu aku langsung mencari kamar dan merebah. Menyelesaikan smsku dan mentutupnya. Karena aku sudah ingin segera tidur.

Paginya tubuh semakin tidak karuan. Batuk pilek, pusing, semua jadi satu.

Usai sholat subuh, Ibu memberikan pengobatan alteratif. Dikero’i dan dipijat. Lalu aku tetap merebah untuk tidur.

Beberapa saat setelahnya, Wikan dan Vitri menghampiriku. Memberikan sejumlah cerita yang membuatku jadi ikut tertawa. Lama setelah bercerita, Wikan berlalu. Vitri menyuguhkan segelas energen buatku. Hanya kuminum beberapa tegukan. Mungkin kurang dari setengah gelas. Karena tenggorokanku rasanya tidak enak, begitu juga dengan perutku.

Aku beranjak dari kamar. Menghampiri Wikan dan Vitri di teras. Sempat bercerita dan bercanda untuk beberapa saat. Setelah itu tidur lagi.

Siang itu. Wikan kembali menyuguhkan berbagai cerita di kamar. Yang kupikirkan saat itu, apa Wikan tidak takut ketularan Virusku. Tapi Wikan masih betah lama-lama denganku. Dan masih saja banyak bercerita yang lucu-lucu. Meski di sela ceritanya dia masih sempat menyelipkan masalah perpindahan anak season.

Ba’da maghrib tiba-tiba ada sms dari Ichwan yang menuturkan tiga kalimat. Pada barisan terakhir ada kalimat “V3 udah bilang sm kamu?”

“Bilang apa?” tanyaku.

“Dia belum bilang apa-apa?”

“Belum, emang bilang apa?”

“Nanti dia pasti memberitahumu sesuatu,”

Begitu tahu Vitri pulang dari masjid, segera kutanya perihal itu. Tapi Vitri tidak mengucap apapun. Dan ekspresi wajahnya masih menunjukkan tidak ada yang mau dia katakana. Ekspresinya masih datar. Tapi entah kenapa aku masih penasaran. Sempat ada dugaan mengenai perpindahan itu. Tapi urung kupikirkan.

“Dia kutanya, tapi tidak dijawab,”

“Sudah jangan paksa dia untuk mengatakan, nanti pasti dia mengatakan sesuatu,”

Persaan makin tidak enak. Tapi tetap tak kupikirkan.

“Sebentar lagi Vitri mudik.”

“Berapa lama? Eh Vita pindah ya?”

Satu ketukan menghentak lagi. Kenapa pertanyaan itu tepat berada di atas pertanyaan tentang Vita????

“Iya Vita pindah. Untung watu Vita pergi aku nggak ada di rumah. Jadi cuman aku yang nggak shock waktu itu. Cz aku udah shock duluan sebelum kepergiaannya,”

Dialog masih mengalir. Kutengahi dengan sholat isa’. Berikutnya dengan masih tetap mengenakan mukena, Wikan dan Vitri menghampiriku di kamar. Dian sendiri sedang belajar di kamarnya. Mila dan Khusunul sedang mudik.

Vitri memberikan banyak tisu untukku. Mungkin karena dia tahu kalau aku sendang pilek. Kemudian membukakan balsam milik Wikan lantas mulai mendekatkan di hidungku yang tadi sempat tidak karuan rasanya. Yang pasti tidak enak.

Begitu kuhirup balsam itu, rasanya keadaan hidungku semakin membaik. Sambil sesekali sms, aku mendengarkan cerita-cerita Wikan dan Vitri yang gokil-gokil. Membuat keadaan semakin nyaman. Pusingku pun mereda padahal sesaat lalu sempat sangat mengusikku.

Ada sms dari Zulfi tanya kabar kesehatanku. Kukatakan apa adanya. Kemudian dia menyuruhku istirahat. Sebenarnya aku ada niatan istirahat lebih awal. Tapi rasa penasaran tentang apa yang akan dikatakan Vitri menahanku. Dan aku terus bersama Wikan serta Vitri untuk berbagi cerita. Terlebih karena tahu kalau malam ini Vitri mau mudik.

Lama setelah menguak berbagai cerita, Vitri keluar kamar. Tak lama, Wikan segera meraih buku dari Zulfah dan menuliskan berbagi kata-kata. Satu pesan masuk. Kukira dari Ichwan. Ternyata dari Dian. Kubaca pesan panjang itu setelah menunggu satu pesan bisa tampil penuh di layar.

Hidup memang menyedihkan dan serius. Kita dibiarkan memasuki dunia indah. Di sini saling menyapa dan berkelana bersama untuk sejena. Lalu kita saling kehilangan dan lenyap dengan cara yang sama mendadannya dan sama tidak masuk akalnya seperti kita datang ke dunia ini. Maskipun kita hanya bertemu sekejab saja. Anggaplah selamanya. Vitri minta maaf jika punya salah…

????? tanyaku mendadak merasuki hati. Ternyata sms itu dari Vitri yang dikirim dari kamar seberang, tepatnya kamar yang berhadapan langsung dengan kamarku.

“Iya sama-sama. Tapi apa maksud dari kata-kata panjang itu. Kenapa seperti ada aura mengharukan?”

Ucapku. Aku masih menghibur diri kalau semua ini tidak akan terjadi. Aku berharap perpisahan itu tidak akan kualami malam ini. Meski dari berbagai sisi hati sudah memiliki firasat yang kuat. Aku tetap mencoba mengela.

Aku beranjak dari kamar menuju kamar mandi untuk mengganti pakaian sholatku. Sebelum memasuki kamar mandi, satu pesan kuterima. Dari Ichwan lagi. Kali ini dia tidak lagi bicara soal Vitri, dia mengalihkan pembicaraan. Dan membahas masalah impian. Dia bercerita tentang impiannya mengenai social. Dan menerangkan banyak hal lewat sms itu.

Makanya kalo kamu punya mimpi yang kamu pengen banget bayangin aja deh. Missal kamu pengen jalan-jalan ke mesir, kamu bayangin aja terus. Insya Allah kamu suatu saat akan ke sana. Percayalah… kalau kamu nggak percaya ya kamu nggak akan ke sana.


Kubalas,


Berikutnya kubaca sms dari DIAN. Kubaca dan kuringkas dalam hati.

Teteh, aku pamit mau pulang. Mungkin lebih tepatnya aku mau boyong. Alasan V3. Cz V3 mau dekat sama keluarga. Sebenarnya V3 betah banget di sini, tapi setelah kehilangan kakek sama Ayah, hati V3 merasa takut dan trauma kalau jauh. Aku berharap teth mengerti, tapi entah V3 ke sini lagi kok. V3 minta do’anya za. Biar dapat skul yang sesuati dengan V3. aku sayang kamu, Mbak!

GUBRAG!!! DUAR-DUAR!!!

Fiuh… tenang-tenang…

Kuraba hatiku dan kukendalikan. Tak kubiarkan pikiranku flashback masa lalu. Aku tahu hal itu malah akan membuatku menangis tiada henti. Maka aku berusaha menepis semua kenangan. Aku mengendap di kamar mandi. Berharap bisa berlama-lama di tempat itu. Aku merasa lebih nyaman dari pada keluar dan harus melihat kepergiannya malam ini. Nyaris terpikir olehku mau keluar, lalu ambil kerudung dan beranjak ke rumah Mbak Amik, atau Kana sampai Vitri pergi. Tapi mana mungkin. Aku masih lemah. Tepatnya, aku masih sakit. Air mataku hanya cukup kubiarkan dan kutahan di pelupuk mata. Aku menenangkan diriku. Kutahan perih ini dan tak ingin kuluapkan lewat tangisku.

Aku tidak betah di kamar mandi. Aku memutuskan kembali ke kamar. Menutup pintu dan segera merebah. Kuambil tisu yang tadi sempat diberikan Vitri. Kutarik selimut hingga menutup hampir seluruh tubuhku. Kulihat Wikan masih asik menulis dan malah bercakap-cakap sendiri mengomentari tulisannya. Aku tidak menanggapinya, bahkan aku tidak begitu dengar apa yang dia katakan.

Tisu itu bukan hanya untuk pilekku tapi juga untuk air mataku. Kuambil berkali-kali tisu yang ada di dekat Wikan.

Ada sms dari Ichwan lagi,

Tapi selain itu kita juga harus yakin, percaya sama impian kita, dan yang terpenting bersyukur selalu disetiap saat. Memang benar sesuatu yang menyakitkan itu sama seperti nafsu… semu… ada kalanya dia bisa datang dan pergi. Dan seharusnya ktia sadar akan hal itu…

Kubalas sms itu. Kutanya apakah ini semua yang akan Vitri katakan? Tentang kepindahannya? Bla…bla..bla (aku lupa)

Sabarlah sahabatku, iya itulah yang ingin dia katakan. Aku ingin dia mengatakan sendiri ke kamu. Aku taku kamu pasti shock dan sedih, tapi takdir sudah berbicara.


Kemudian dia memberikan banyak kata-kata di tengah tangisku yang sudah meledak. Tak bisa lagi kutahan. Takut jadi penyakit lagi seperti kemarin.

Aku masih belum membalas sms Vitri. Masih kusisakan air mata yang tak bisa kubendung. Sakitnya masih merasuk di hati. Sekali lagi dan sekali lagi kuambil tisu di dekat Wikan.

Kalo pilek itu jangan ditambahi nangis. Rasanya jadi nggak karuan,” ucap Wikan. Sepertinya Wikan tidak benar-benar tahu apayang menyebabkanku menangis.

Kubiarkan saja kata-kata Wikan barusan. Kutarik selimut dan masih kuusap air mataku. Kemudian kubalas sms untuk Vitri. Yang intinya jangan pernah ada kata pamitan. Ini bukan perpisahan. Kita masih bisa bersama. Meski di tempat yang berbeda. Karena yang terbaik selamanya bersama. Dan kita bisa jika bersama. Berjuanglah! Dimanapun kamu menuntut ilmu semoga diridhoi-Nya.

Dan masih banyak lagi. Tak ada kata-kata yang membiarkanku mencegah kepergiannya. Itu bukan hakku. Tapi sakit ini makin terasa. Yang paling menguasaiku bukan sakit fisik, tapi karena perih ini…

Ya Alloh, tegarkan hatiku! Aku berteriak terus dalam hati menyebut asma-Nya tiada henti. Berharap rasa sakit ini tak merajam.

Jangan biarkan aku kufur nikmat Ya Allah. Tegarkan aku. Ikhlaskan aku. Ini jalan-Mu. Ini takdir-Mu. Tak ada yang harus disesali. Tunjukkan langkah yang terbaik.

Aku juga teringat pesan singkat dari Raya beberapa waktu yang lalu.

Ada yang mengeluh, merasa jenuh, ingin gugur dan jatuh, ia berkata LELAH.

Ada juga yang lelah, pikiran penat tapi semangatnya kuat. Ia berkata

LILLAH.


kemudian sedikit kugubah kata-katanya,

Jika biasanya ketika mengeluh, rasa jenuh ingin jatuh rasanya, aku bisa saja berkata LELAH.

Tapi sekarang, aku lelah, sakit, pikiran penat, semangatku harus kuat dan mencoba untuk ikhlas maka aku barus berteriak LILLAH!

LILLAH!!!

Semua memang harus karena Allah.


Ada pesan dari Pak Doni. Entah Pak Doni sengaja mengirimkannya karena keletihan hatiku ini, atau tidak sengaja.

Tapi kukira tidak sengaja,

Letihkah? letih adlaah saat pena begitu enggan menggores kata. Tpai tintanya sebenarnya penuh bertumpah-tumpah. Letihkah? Letih bukanlah kaerna kehilangan tenaga setelah menulis ribuan kata melainkan karena menanti sesuatu yang tak pasti meski cupa berupa sepatah kata.

Tisu-tisu sudah banyak yang kugunakan. Aku masih tak berhenti menangis. Menangis atas nama perih. Itu saja. Aku belum ingin memaksa pikiranku untuk mengenang masa lalu.

Aku berharap sebentar lagi Wikan tidur, lalu pintu kamar tetap tertutup sehingga aku tidak perlu melihat kepergian Vitri.

Tapi harapanku pudar. Wikan keluar kamar dan menghampiri Vitri di kamar. Berteriak menyebut nama Vitri di kamar seberang.

Kutarik selimutku dan kuubah posisi tidurku. Lama setelah itu, ada seseoran yang menggapai punggungku. Aku menoleh sebentar, begitu tahu yang kulihat adalah Vitri aku langsung berpaling. Aku tidur tengkurap dan menghilangkan wajahku dari pandangannya. Masih kutahan perih di hatiku. Kutahan kuat-kuat. Sakiiiiiiiiiiiiit sekali. Wikan datang menghampiri.

“Ya kan, Fina itu nangisin kamu. Makanya kamu nggak usah pulang.”

Aku makin tak kuasa menahan sakit. Akhirnya tak kuat juga dan kembali lelehan itu mengalir.

Lama sekali Vitri berada di dekatku. Dia terus-terusan berusaha menenangkanku dengan terus mengelus pundakku. Berharap aku segera menatapnya. Kudengar Vitri mulai sesenggukan. Lama setelah itu mulai mendekat dan berbisik di telingaku.

“Maafin Vitri ya, Teh,” Ucapnya pelan.

Aku bangkit dan langsung merangkulnya. Tangis kami sama-sama meledak. Untung Wikan memberikan sensasi. Membuat suasana tetap jadi kocak. Jadi kami nangin sambil ketawa.

“Fina ditinggal Mbak Vitri aja kaya gini, apalagi kalau kutinggal. Tidur bareng, cerita bareng, ngompol bareng…”

“Haaaaaaaaaaa!” aku langsung reaksi.

“…Enggak, Fin. Pis.. pis… hahaha, ngompol bareng,” Wikan ketawa sendiri mengulang kata-kata ngompol itu. Dasar itu anak. Kapan coba kita ngompol bareng???

Suasana yang beberapa saat tadi penuh canda, jadi mengharukan meski masih aja ada banyak tawa.

Vitri ke kamar, mengambil agenda. Kami tukaran agenda, kemudian menuliskan kata-kata.

Aku menuliskan dengan kata-kata super berantakan. Saking kuatnya meluapkan perasaan sampai-sampai tidak sadar kalau bukunya terbalik. Aku langsung ketawa begitu sadar. Di lembar berikutnya aku balik buku itu secara normal dan menulis banyaaaaaaaaaaaak tanpa arah yang jelas.

Tadi malam aku belum membaca kata-kata Vitri semenjak dia usai menulis di buuk diaryku. Takut tangisku nggak karuan lagi. Kubaca sedikit saja, tapi tidak semua. Dan sekarang dan detik ini, aku akan membuka dan membaca tulisan Vitri yang ditulis di diaryku,,, semuanya.

Bismillah…

27-06-2008

Aku yang tak pernah tau apayang akan terjadi di hari esok. Maka aku mohon tuntutlah aku untuk dijalan-Nya.

Maafkanlah segala janjiku yang tak pernah kupenuhi. Meskipun kita tak saling bertatap muka. Tapi semoga do’a kita tak akan terhalang oleh apapun jua. Maafkanlah diriku.

Bangkit teteh!!! Kau selalu mengajariku agar selalu sabar, tegar dalam mengahadapi apapun. Demi mendapatkan cinta dan Ridho-Nya. Semoga silaturrahmi kita tak kan pernah terputus. Jangan lupa bagi-bagi ilmu sama Vitri ya!!! Kan ilmu teteh banyak… hehehe ^_^…

Keep your smile

Do’aku kan selalu menemani setiap langkah kecilmu. Kau selalu ada dalam hatiku dan akan selalu kujaga.

Semoga aku tak jadi penghalang…

Terimakasih kau selalu mengajariku untuk selalu semangat, untuk belajar menjadi lebih baik, mengenalkan dunia kepadaku, aku bukan ornag yang pintar dalam menulis kata-kata. Tetapi biarkan hatiku yang bicara. Persahabatan season tak akan pernah terputus. Setiap sudut rumah ini, pepohonan, air, RC sekolahan semua telah menjaid saksi bisu persahabatan kita semua…

SEMANGAT!!!

Kelulusan sebenarnya adalah kesiapan kita dalam menyongsong hari esok. So tatap haru esok dengan penuh senyum da nsemngat.











Ha..haa..

Maap nggak bisa gambar.

Tu kan kita mseua pada seny

um, teteh senyum dong. Moga cepet sembuh ya!!!

Bila tak ada hari esok l

agi.

Bersama untuk berdua.

Maka gunakan sisa waktu

Yang ada di dalam hidup ini.

Karena tak akan lama lagi….

Bila tinggal sedikit saja waktu.

Untuk kita berdua.

Maka maafkanlah segala janji.

Yang tak pernah terpenuhi.

Karena tak bisa tertebak segala…


Kenanglah semua yang pernah kita lalui bersama.

Meskipun sekejab saja. Anggaplah selamanya.

Bukanlah ini kehendakmu.

Tapi ini jalan yang terbaik.

Rindukan aku bila,,,

Esok tak lagi bersama…


Keep smile,,,

Memang benar sesuatu yang menyakitkan itu sama seperti nafsu…

Semua bukan untuk ditangisi, tapi untuk dimengerti.

Sebentar lagi Dian dan Wikan yang pergi, lalu Faiq yang akan resmi pergi…

Yang tinggal di rumah hanya beberapa…

Aku akan welcome bagi sobat-sobat yang mau memasuki rumahku… welcome to the SEASON. WELCOME TO OUR WORLD.

N KEEP STRUGGLE!!!

^_^


La tahzan,…


With struggle, with hope, with tears, with miss. With love…

We had joy, we had fun,

We had Season in the sun…